Kebenaran dan Bukti
Pernyataan yang kita ucapkan bisa benar atau salah. Biasanya kita berusaha menunjukkan kebenaran suatu kalimat dengan cara tertentu. Proses pembuktian kebenaran kalimat disebut sebagai pembuktian.
Bomi mengatakan, Saya sedang menyembunyikan berlian di saku celana saya.
Untuk membuktikan hal ini, kita dapat memeriksa kantong Bomi. Jika memang ada berlian, berarti ia berkata benar. Sebaliknya jika tidak ada berlian, berarti ia salah.
Ketika Bomi mengatakan,
buktinya tidak semudah memeriksa kantongnya. Secara deduktif kita harus berusaha menyimpulkan kebenaran kalimat itu menggunakan pengetahuan-pengetahuan aritmetika kita.
Kadang-kadang suatu bukti deduktif dapat sangat sulit disusun. Misalnya konjektur (dugaan) Fermat yang berbunyi:
Tidak ada bilangan asli
a ,b ,c yang memiliki hubungana^{n} + b^{n} = c^{n} untukn bilangan asli lebih dari 2.
Untuk
Fermat boleh saja merasa bahwa kalimat itu benar. Namun apa buktinya? Tampaknya buktinya begitu sulit, karena Pierre de Fermat menuliskan konjekturnya pada tahun 1637, dan baru berhasil dibuktikan oleh Andrew Wiles pada tahun 1994.
Banyak pernyataan-pernyataan matematika lainnya yang belum dapat dibuktikan hingga hari ini. Namun hal yang belum dapat dibuktikan dapat berarti dua hal:
- Belum ada yang mampu membuktikannya, tetapi suatu hari nanti mungkin ada yang dapat membuktikannya.
- Pernyataan itu memang tidak dapat dibuktikan.
Keberhasilan matematika dalam membuktikan kebenaran dalam dirinya sendiri membuat manusia cukup optimis bahwa keadaan matematika adalah seperti yang pertama: Suatu hari nanti, mungkin kita akan dapat memiliki matematika yang lengkap. Setiap pernyataan yang kita buat mengenai bilangan selalu dapat dibuktikan benar salahnya dengan pengetahuan matematika yang lengkap.
Gödel adalah sang perusak optimisme itu. Ada pernyataan yang benar dalam matematika, tetapi tak dapat dibuktikan.
Berikutnya: Self reference