Logika Simbolik
Tentunya kamu pernah menilai suatu hal sebagai benar dan hal lain sebagai salah. Apakah penilaianmu mengenai benar-salah bekerja secara sembarang, ataukah ada hukum-hukum yang mengaturnya?
Liburan kali ini, kita pergi ke Danau Toba yuk.
Wah! Asik! Aku ajak Mila juga ya! Mila sudah dari dulu ingin sekali pergi ke danau Toba.
Sepertinya menyenangkan. Kapan kita akan berangkat ke Danau Toba?
Danau Toba? Siapa yang mengajak ke sana?
Lho. Tadi kamu yang mengajak.
Iya. Bagaimana sih kamu!
Nggak, aku nggak ngajak.
...?
Bagaimana perasaanmu ketika ada temanmu yang mengatakan sesuatu, membuatmu bersemangat, tetapi sesaat kemudian menyangkali bahwa ia telah mengatakannya?
Ya sudahlah. Kalau begitu kita ke Danau Tobi saja.
Iya, Danau Tobi juga menyenangkan! Kita ke sana aja yuk.
Kalian ini bagaimana sih! Tadi aku ajak ke Danau Toba, sudah setuju, lalu sekarang bilang ke Danau Tobi.
Bomi membingungkan, bukan?
Ia terus menerus mengubah pendiriannya. Ditambah lagi, ia serius.
Ini membuat teman-temannya tambah bingung dan mungkin mereka bertanya-tanya dalam hati, Apakah Bomi mabuk?
Kira-kira mengapa hal seperti ini membingungkan ya?
Orang yang berpikiran sehat dan berkesadaran penuh tunduk pada aturan-aturan tertentu dalam berpikir. Dalam hal ini kesehatan dan kesadaran Bomi patut dipertanyakan karena ada suatu aturan mendasar yang ia langgar dalam pembicaraan tersebut, yang disebut sebagai aturan konsistensi. Kita diciptakan dengan pikiran yang mencintai konsistensi, sehingga kita akan kebingungan dengan informasi yang saling bertentangan.
Selain konsistensi, ada juga aturan-aturan lainnya yang mengendalikan cara kita berpikir. Keseluruhan aturan-aturan tersebut disebut sebagai logika, yang akan kita pelajari secara khusus dalam bagian ini.
Berikutnya: Apa itu Logika?